SEPERTI halnya bahan kimia, bahan biologi banyak pula digunakan pada industri makanan, farmasi, laboratorium mikrobiologi, dan laboratorium lainnya. Bahan biologi adalah organisme mikroskopik seperti bakteri, kapang atau jamur termasuk ragi algae atau protozoa, juga termasuk virus, prion-prion (partikel protein berukuran sangat kecil), dan kultur sel. Secara umum bahan biologi tidak bersifat patogen dan tidak berdampak terhadap individu sehat. Penggunaan bahan bersifat patogen hanya diperlukan pada keadaan tertentu. Contohnya dalam penelitian dasar yang dilakukan di rumah-rumah sakit, universitas, dan lembaga penelitian atau industri.
Infeksi bahan biologi
Pemahaman proses penularan penyakit atau infeksi oleh bahan biologi secara jelas telah diungkapkan oleh Louis Pasteur dan Robert Koch. Informasi ini sekarang dikembangkan sebagai standar keamanan dalam menghindari bahaya kecelakaan dan penyebaran penyakit di laboratorium. Tingkat bahaya suatu bahan biologi ditentukan oleh beberapa faktor. Pertama, infektivitas, yaitu kemampuan suatu bahan patogen menembus tubuh dan selanjutnya berkembang biak di dalam tubuh manusia. Perkembangbiakannya dapat terhambat pada organ tertentu atau aktif di seluruh tubuh.
Kedua, patogenisitas dan virulensi. Bahan patogenik dapat memicu suatu penyakit dalam tubuh sejalan dengan perkembangbiakannya. Bahan seperti bakteri, jamur, dan protozoa memasuki tubuh melalui jalur spesifik dan selanjutnya berkembang biak dengan bantuan nutrisi yang ada dalam suatu organisme. Berbeda dengan virus yang menggunakan kemampuan biosintesis dan sistem reproduksi organisme tersebut.
Patogenisitas dapat terjadi karena adanya peran gabungan dari bahan patogen dan tubuh sebagai sel inangnya. Bahan biologi yang patogenik untuk satu spesies mungkin tidak untuk spesies lainnya. Contohnya beberapa bahan biologi yang patogenik untuk hewan atau tanaman, namun tidak patogenik untuk manusia.Bahan patogenik yang menyebabkan tuberkulosis (TBC) adalah bakteri Micobacterium tuberculosis, yang berpindah melalui udara. Meskipun bersifat tunggal, bakteri M. tuberculosis dapat berkembang biak di dalam paru-paru kita, sehingga memicu menjadi penyakit yang sulit disembuhkan. Bahan patogenik untuk hepatitis B adalah suatu virus yang menginfeksi sel-sel pada hati sehingga menyebabkan kerusakan. Plasmodium falciparum adalah suatu protozoa yang menular dari orang ke orang melalui nyamuk Anopheles dan menyebabkan malaria.
Jika bahan biologi bersifat patogenik, pertanyaan akan timbul pada faktor-faktor yang menentukan beratnya suatu penyakit. Kemampuan suatu organisme patogenik yang menyebabkan kerusakan sel inang disebut virulensi. Virulensi terutama ditentukan oleh infektivitas dan produksi suatu zat toksin.Kemampuan pembentukan zat-zat toksin: gejala penyakit seperti tetanus dan dipteria tidak hanya dihasilkan dari aktivitas bahan biologi di dalam sel tubuh, tetapi juga umumnya disebabkan oleh keracunan melalui senyawa kimia yang disebut toksin. Senyawa toksin dihasilkan oleh bahan biologi pada kondisi tertentu dan selanjutnya diekskresikan (eksotoksin) atau tetap sebagai bagian bahan biologi itu sendiri (endotoksin). Salmonelloses (typhoid, paratyphoid, dan sebagainya) disebabkan bermacam spesies dari genus Salmonella. Terdapat lebih dari seribu serotipe Salmonella enterica dan beberapa memproduksi zat toksin yang menyebabkan gejala seperti diare dan demam. Bahan biologi tertentu tidak dapat berkembang dalam tubuh manusia, namun dapat menghasilkan zat toksin di luar tubuh, sehingga dapat membahayakan manusia ketika mereka mencernanya.
Ketiga, alergenisitas. Sejumlah besar senyawa biologi seperti enzim, protein dan antibiotik serta spora mikrobial telah diketahui kemampuannya membentuk alergen. Gejala alergi muncul ketika zat alergen kontak dengan kulit atau membran mucous. Sensitivitas senyawa alergen dan berkembangnya sifat alergi berbeda pada setiap individu. Alergen yang berbahaya dapat mengancam hidup orang yang mudah terpengaruh oleh alergi. Melalui saluran pernapasan, fungus Cladosporum herbarum dapat menginisiasi asma dan alveolitis. Spesies tertentu dari Rhodotorula sering berhubungan dengan batuk, demam, dan sakit otot. Serangan alergi yang berulang berisiko tinggi terhadap infeksi, iritasi permanen pada membran mucous cenderung disebabkan oleh bahan biologi.
Penularan bahan patogen
Bahan patogen dapat ditularkan dari tanah, air, udara, dan organisme lain sebagai medianya. Senyawa patogen masuk melalui luka atau kontak langsung dengan kulit dan membran mucous, melalui pernapasan atau pencernaan. Hal ini dapat terjadi melalui debu, tetesan dan serangga. Di dalam laboratorium bahan patogen dapat ditularkan melalui aerosol dan materi biologi. Contohnya sampel darah yang potensial sebagai sumber infeksi.
Tahap pertama infeksi yaitu masuknya bahan biologi ke dalam tubuh melalui lubang-lubang seperti mata, hidung, dan mulut. Namun demikian, kulit dapat pula sebagai celah masuknya infeksi. Sebenarnya kulit berperan sebagai sistem proteksi, namun dengan adanya luka, meskipun sangat kecil, bahan infeksi dapat masuk ke tubuh. Membersihkan kuku atau kontak dengan pelarut organik atau larutan asam dapat merusak kulit dan membantu proses infeksi.
Vaksinasi
Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan alami terhadap infeksi. Tubuh melindungi diri terhadap infeksi melalui suatu penghalang fisik seperti adanya lapisan kulit atau dengan meningkatnya suhu tubuh. Ekskresi keringat atau zat asam dari tubuh memiliki fungsi inaktivasi dan sebagai mekanisme pertahanan secara kimia oleh tubuh. Pertahanan secara imunologi terjadi ketika bahan biologi masuk ke dalam tubuh, selanjutnya bahan tersebut akan diidentifikasi sebagai pengganggu. Suatu sistem biokimia di dalam sel berperan sebagai sistem memori pada struktur permukaan sel. Pada saat terjadi reinfeksi, akan terjadi respons pertahanan yang cepat.
Mekanisme ini pula digunakan sebagai dasar untuk vaksinasi aktif. Imunitas dapat dihasilkan dari infeksi awal yang belum dicirikan atau dari vaksinasi. Vaksinasi dapat memperbaiki imunitas terhadap suatu penyakit. Revaksinasi perlu dilakukan untuk menghasilkan antibodi yang cukup yang akan melindungi terjadinya infeksi.